Safari Parfum

09.49 Unknown 0 Comments







Sebagai kota metropolitan, Makassar pun perlahan berkembang dan menjadi pusat “mode” di Indonesia timur. Jika ada idiom yang menyebutkan Bandung sebagai “Paris van Java” di Indonesia, mengapa Makassar tak bisa disebut “Paris van Celebes”. Hal inilah yang mendorong S Bahar Yahya, seorang perantau ulung Bugis asal Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap), Sulawesi Selatan, berupaya mengembangkan kota Anging Mammiri ini sebagai salah satu pusat mode di Indonesia.
Tentu saja caranya tak semudah membalik telapak tangan. Perlu ada aspirasi yang terus menerus digali, baik dalam bentuk ide maupun kerja nyata. Hal inilah yang telah ditunjukkan oleh Haji Bahar, demikian ia dipanggil, wirausahawan yang sukses tumbuh di antara bening botol-botol dan wangi parfumnya, IPRA. Di balik kerja kerasnya, ia mengungkap kilas getir yang lazim dijalani seorang pengusaha yang menapaki puncak sukses.
“Memulai sebuah usaha pasti pahit, ya, di mana dulu saya sempat terlunta-lunta (menjual) di emperan toko Daimaru sebelum menetap permanen di Ruko KTC (Makassar) ini,” ujar Bahar.
Daimaru yang ia maksud adalah pusat perdagangan busana bekas impor yang berlamat di Jalan Andalas, Kecamatan Bontoala, Makassar. Bermula dari sana, Bahar tidak pernah menyangka, bisnis parfum yang dijalaninya kurang lebih tujuh tahun membuahkan hasil yang fantastis. Kini Safari Parfum terkenal sebagai satu-satunya penyuplai berbagai jenis parfum impor dengan kualitas terbaik. Selain itu, Safari Parfum merupakan satu-satunya kulit hitam yang import langsung dari Perancis, selain parfum botol kaca pun juga ia import langsung dari cina dan botol almunium dari india.
“Padahal, mulanya saya bergelut di bidang peternakan,” aku pria bersahaja dan murah senyum ini.
Kini, di bawah kepemimpinannya, Safari Parfum yang pada awalnya dikelolanya dari emperan toko telah berkembang menjadi Importir parfum dan importir botol parfum terbesar di kawasan Indonesia Timur (KTI).
Ditemui belum lama ini, di Safari Parfum, Ruko KTC Blok A3, Jalan Urip Sumoharjo 247, Makassar, pria berkacamata yang memiliki etos kerja tinggi ini mengisahkan sedikit perihal bisnis parfum asal Perancis, IPRA yang dijalaninya dengan sepenuh hati ini.
“Sebenarnya, bidang atau pekerjaan yang saya jalani dulu sangat bertolak belakang dengan bisnis yang saya geluti sekarang. Soalnya, basic saya adalah di peternakan, dan mulanya memulai bisnis parfum ini hanya iseng-iseng,” ungkap pria kelahiran Sidrap, 27 Maret 1968 ini.
Namun demikian, pria berperawakan kecil ini tidak pernah setengah hati menjalani apa yang telah menjadi bisnis intuisi yang dipilihnya sejak 2008 lalu itu. Seperti yang dikemukakannya, meski pada awalnya hanya iseng-iseng, tetapi jika dikelola dengan baik dan profesional, maka bisnis tersebut akan menjadi lahan yang menjanjikan dan penuh prospek. Hal itu telah dibuktikan dengan berhasil menjadi satu-satunya Agen tunggal IPRA di Indonesia.
“Segalanya perlu digarap secara profesional. Iseng-iseng bukan berarti kita tidak serius, tetapi justru hal ini menjadi pembelajaran bagi kita, langkah-langkah apa yang diperlukan untuk membangun sebuah usaha,” terang Bahar.
Dijelaskan, Importir parfum IPRA di Indonesia hanya satu,yang saat ini dikelolanya. “Sampai sekarang, saya rasanya tidak percaya atas pencapaian yang telah saya peroleh dari bisnis parfum ini,” ungkap Bahar.
Bahkan, menurut ayah dari satu orang putra dan dua orang putri ini, hanya dalam bilangan satu tahun saja, ia sudah dapat menyuplai parfum-parfum tersebut ke beberapa profinsi di Indonesia di luar Sulawesi Selatan seperti Timika, Sorong, Jayapura (Papua), Ambon (Maluku),Mamuju (Sulawesi Barat),Palu (Sulawesi Tengah), Manado (Sulawesi Utara), Kendari (Sulawesi Tenggara), Gorontalo, Samarinda dan Tarakan (Kalimantan) (bali) Denpasar, (Banten) serang, (Jawa Barat) Bandung, (Jawa Tengah) Semarang, (Jawa Timur) Surabaya, (Kalimantan Barat) Pontianak, (Kalimantan Selatan) Banjarmasin, (Lampung) Bandar Lampung, (Nusa Tenggara Barat) Kota Mataram, (Nusa Tenggara Timur) Kupang, (Papua Barat) Manukwari.
Bahar menambahkan, ketertarikannya mengelola bisnis yang berhubungan dengan gaya hidup ini adalah ketika ia melihat antusiasme masyarakat Kota Makassar, khususnya kawula muda sebagai konsumen produk ini sangat konsumtif namun tidak terakomodir dengan baik.
“Dalam arti, meski peminat parfum cukup banyak, tetapi proses distribusi dan penyalurannya sering mengalami kesulitan, seperti terbatasnya stok dan ketersediaan barang. Dari situlah saya mulai berpikir untuk dapat menjadi Importir terbesar parfum di indonesia, dan tidak sekadar menjual eceran seperti saya jalankan pada awal terbentuknya Safari Parfum dulu di emperan toko Daimaru, Jalan Andalas, Makassar,” kenang Bahar.

Gadai Mobil untuk Modal

Untuk memulai bisnisnya tersebut, Bahar mengaku menggadaikan mobilnya sebesar Rp 40 juta. “Nah, dari sana saya mengalokasikan dana tersebut untuk modal usaha, sebesar Rp 10 juta buat bisnis parfum, dan sisanya untuk bisnis yang telah saya geluti sebelumnya, yakni peternakan,” urai pria yang paling senang menggunakan waktu luangnya hangout di kafe-kafe ini.
Kini bisnis parfum yang dijalankannya telah berkembang dengan pesat, namun ia tak menampik jika masih ada kendala dalam pengelolaannya. “Kendala pasti ada, tetapi itu tidak menyurutkan saya untuk tetap membesarkan Safari Parfum yang saya kelola ini. Hambatan kecil biasanya sih hanya dari oknum petugas Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) saja, yang sekadar menanyakan keabsahan (keaslian) merek parfum yang saya tangani ini, juga izin segala macam,” ujar Bahar.
Meski telah menuai kesuksesan, namun pria berpenampilan sederhana ini tidak lantas cepat berpuas diri. Diakui, ia masih memiliki cita-cita untuk dapat menjadi importir parfum terbesar di indonesia. “Dengan begitu, saya dapat menciptakan Kota Makassar sebagai kota mode (parfum), di mana masyarakat khususnya anak-anak muda dapat terobsesi dengan gaya hidup yang dulunya untuk kalangan high class saja,” tuturnya.

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.